ARUSKAHAYAN.COM, SAMPIT – Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur (Kotim) mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat untuk berperan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam mengupayakan pengembalian lahan milik pribadi dan koperasi yang telah disita oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Desakan ini muncul menyikapi persoalan hilangnya mata pencaharian masyarakat akibat penyitaan lahan sawit yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.
Anggota Komisi II DPRD Kotim, Hendra Sia, mengungkapkan bahwa dampak langsung dari penyitaan oleh Satgas PKH adalah terhentinya mata pencaharian masyarakat. Lahan-lahan tersebut merupakan hasil kebun milik koperasi dan pribadi yang selama ini menopang kehidupan warga. “Persoalan yang terjadi sekarang adalah masyarakat kehilangan mata pencahariannya setelah adanya penyitaan oleh Satgas PKH atas lahan tersebut,” tegas Hendra Sia. Menurutnya, Pemkab Kotim sudah seharusnya memfasilitasi komunikasi dengan pemerintah pusat agar lahan tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Hendra Sia memahami bahwa PT Agrinas Palma Nusantara (APN) telah ditunjuk untuk mengelola lahan sitaan negara, namun ia menekankan agar ada batasan yang jelas, terutama untuk lahan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat kecil.
“Silakan saja Agrinas mengelola lahan inti Perusahaan sesuai dengan pola yang diinginkan, namun untuk lahan milik koperasi atau pribadi agar dikembalikan saja,” tegasnya. Ia mengingatkan pentingnya aspek keberpihakkan kepada rakyat .
Habib Said Abdurrahman anggota Komite II DPD RI menyayangkan adanya polemik dalam pelaksanaan tugas dari Satgas PKH. ” Jangan kita selaku perangkat negara malah membuat derita rakyat, apalagi mereka sudah puluhan tahun mengelola dan hidup dari lahan tersebut”, ujar Senator asal Kalteng ini. Lebih lanjut Habib Said Abdurrahman mengingatkan bahwa seperti tersebut pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi ; Bumi , air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. ” Yang artinya Negara sebagai pemilik tidak akan masalah jika Rakyatnya yang mengelola dan menggunakan namun jika itu perseroan ini akan jadi masalah apalagi pemiliknya adalah WNA atas nama penduduk lokal”, tegas Habib Said Abdurrahman.
